Senin, 20 Juni 2011

Hal Penting Yang Sepele


Seorang Guru berdiri di dpn kelas.

Saat kelas dimulai, dia mengambil toples kosong dan mengisi dgn bola2 golf.

Kemudian berkata kpd murid2nya, apakah toples sdh penuh...... ?

Mereka setuju !!!!



Kemudian dia menuangkan batu koral ke dlm toples, mengguncang dgn ringan. Batu2 koral mengisi tempat yg kosong di antara bola2 golf.

Kemudian dia bertanya kpd murid2nya, apakah toples sdh penuh ??Mereka setuju !!!



Selanjutnya dia menabur pasir ke dlm toples ...

Tentu saja pasir menutupi semuanya.

Profesor sekali lagi bertanya apakah toples sdh penuh..??.murid , "Yes"...!!



Kemudian dia menuangkan dua cangkir kopi ke dlm toples, dan secara efektif mengisi ruangan kosong di antara pasir. Para murid tertawa....



"Sekarang, saya ingin kalian memahami bahwa toples ini mewakili kehidupanmu. "

"Bola2 golf adalah hal yg penting; Tuhan, keluarga, orang tua, kesehatan".

"Jika yg lain hilang dan hanya tinggal mrk, maka hidupmu msh ttp penuh."



Batu2 koral adalah hal2 lain, spt sekolahmu dan hobimu."

"Pasir adalah hal2 yg sepele."

"Jika kalian pertama kali memasukkan pasir ke dlm toples, maka tdk akan tersisa ruangan utk batu2 koral ataupun utk bola2 golf..

Hal yg sama akan terjadi dlm hidupmu."

"Jika kalian menghabiskan energi utk hal2 yg sepele, kalian tdk akan mempunyai ruang utk hal2 yg penting buat kalian."



"Jadi Beri perhatian utk hal2 yg penting utk kebahagiaanmu.

"Bermainlah dgn keluargamu."

"Luangkan wkt utk berolahraga."

"Berikan perhatian terlebih dahulu kpd bola2 golf.

Hal2 yg benar2 penting. Atur PRIORITASmu. ( 4.Quadrant Prioritas: Penting, Mendesak, Penting Tdk Mendesak, Penting Mendesak )

Baru yg terakhir, urus pasirnya.



"Salah satu murid mengangkat tangan dan bertanya, "Kopi mewakili apa?

Guru tersenyum, "Saya senang kamu bertanya."

"Itu utk menunjukkan kpd kalian, sekalipun hidupmu tampak sdh sngt penuh, tetap selalu tersedia tempat utk secangkir kopi bersama SAHABAT.."

Pertandingan Bisbol


Pada suatu waktu diadakan pertandingan bisbol, antara Tim TUHAN berhadapan dgn Tim SETAN..^Hehe

Tim Tuhan mendapat giliran memukul. Score masih kosong-kosong padahal waktu hampir berakhir. Pertandingan berlangsung ketat.

Pemain yg bernama 'KASIH' mendapat giliran memukul bola & berhasil mencapai base pertama, krn 'KASIH' tak pernah gagal.

Kemudian giliran IMAN' yg juga berhasil memukul & lari ke base pertama, krn IMAN bekerja bersama-sama KASIH.

Setelah itu, giliran 'HIKMAT TUHAN' & ia pun berhasil memukul bola & lari ke base pertama. Namun ketiganya belum lah kembali ke homebase.

Kemudian Tuhan pun mengatakan kpd pelatih, "keluarkan pemain bintang kita."

Dan masuklah 'ANUGERAH' ke lapangan tuk memukul bola.

Setan berkata : "Tampangnya tdklah terlihat begitu hebat, hahahaha." Tim setan meremehkannya.

Maka bola pun di lemparkan, "Buuukkkkkkkkk ! O la la, 'ANUGERAH' memukul bola lebih keras dari pemain-pemain sebelumnya. 'ANUGERAH' memukul bola dgn kerasnya sampai-sampai bola melambung tinggi sekali & tak terjangkau oleh pemain tim setan... sampai akhirnya ... 'HOME RUN'!!!

Dan akhirnya Tim Tuhanpun menang....^^

Kemudian Tuhan datang bertanya kpd pelatih, sekiranya dia tahu mengapa IMAN, HIIKMAT TUHAN & KASIH dpt mencapai base, namun tdk dpt memenangkan game, & malah ANUGERAH yg melakukannya.

Si Pelatih menggeleng kepala tanda tidak tahu.....!!

Tuhan pun lalu menjelaskan : "Jika kasihmu, imanmu & hikmat Tuhan yg ada padamu berhasil memenangkan pertandingan, maka kau akan berpikir bhw itu smua krn hasil usahamu sendiri. Kasih, iman & hikmat Tuhan mampu membawamu ke base, tapi tdk mampu membawamu pulang (home run), hanya anugerah-Ku yg mampu melakukannya. Hanya anugerah-Ku yg tdk dpt iblis curi."

God Bless us.~ ((^___^))

Minggu, 15 Mei 2011

Cinta Dan Waktu


Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan, Kecantikan dan Waktu. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulaukecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta. “Aduh! Maaf, Cinta!” kata Kekayaan, perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawa-mu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.” Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!”, teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta. Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah Kecantikan. “Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!”, teriak Cinta. “Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini.” sahut Kecantikan. Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan. “Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu,” kata Cinta. “Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelam- kannya. Pada saat k ritis itulah tiba-tiba terdengar suara, “Cinta! Mari cepat naik ke perahu-ku!” Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelam- kannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu. “Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu.” kata orang itu. “Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku” tanya Cinta heran. “Sebab,” kata orang itu, ” hanya Waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu ….”

Senin, 25 April 2011

Kisah Ayah, Anak dan Keledai


Suatu hari ada seorang ayah dan anaknya yang bepergian menuju ke pasar dengan menaiki keledai. Tujuannya untuk menjual keledai tersebut. Karena jaraknya yang cukup jauh diperlukan waktu hampir setengah hari.

Mereka membawa keledainya dengan dituntun. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan orang yang baru kembali dari pasar. Orang tersebut kemudian berkata “ Kenapa kalian capek-capek berjalan kaki. Bukankah keledai dapat dinaiki? Alangkah enaknya jika kalian naik saja keledai itu”

Mendengar perkataan itu, ayah dan anaknya kemudian menaiki keledai itu. Keledai itu ternyata tak cukup besar sehingga terlihat kepayahan. Tetapi karena lebih menghemat tenaga maka mereka tetap menaikinya.

Tak berapa lama, bertemulah mereka dengan penjual sayuran yang sedang menunggu pembeli memilih-milih sayurannya. Kemudian penjual sayuran itu melihat keledai yang kepayahan membawa ayah dan anaknya di punggungnya. “ Ah betapa kasihannya keledai itu, sudah badannya kecil dinaiki oleh ayah dan anaknya yang berat. Benar-benar tidak memiliki kepedulian kepada hewan.”

Mendengar perkataan tersebut, ayah dan anaknya turun dari keledai. Kemudian memutuskan bahwa sebaiknya satu orang saja yang menaiki keledai, satu orang yang menuntun keledai. Maka diputuskanlah anaknya yang naik keledai sementara ayahnya menuntun keledai.

Di tengah perjalanan, di sebuah persimpangan bertemulah mereka dengan penjual sapi dan anaknya. Si penjual sapi berceletuk “ Lihatlah nak, itu contoh anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya. Sang ayah bercapek-capek sementara ia ber-enak-enak di atas keledai.”

Mendengar perkataan tersebut sang anak berkata kepada ayahnya “Yah sebaiknya ayah yang naik dan aku yang menuntun, aku tak mau dikatakan tidak berbakti.” Sang ayahpun menyetujuinya. Sekarang bergantian sang anak yang menuntun sementara sang ayah naik keledai.

Sepertiga jalan dari pasar, mereka bertemu dengan seorang kakek dan cucunya yang sedang berjalan-jalan. Sang kakek berkata “ Lihatlah cucuku, itulah contoh ayah yang tidak sayang kepada anaknya. Si anak bersusah payah berjalan sementara ayahnya naik keledai.”

Mendengar perkataan itu sang ayah menjadi merenung. Benar juga, pikirnya. Kemudian dia turun dan mengajak musyawarah anaknya. “ Nak kelihatannya kita sellau serba salah, kita tuntun keledai salah, naik berdua juga salah. Kamu yang naik, aku yang menuntun salah. Apalagi aku yang naik sementara kamu menuntun. Sebaiknya kita apakan keledai ini?”

Anaknya berpikir sejenak. “ Ayah bagaimana kalau kita pikul saja keledai ini. Siapa tahu memang itu cara terbaik.”

Sang ayah setuju. Kemudian mulai mengikat kaki keledai kemudian memanggul keledai itu bersama anaknya. Merasa sudah benar mereka dengan penuh percaya diri memasuki pasar. Tetapi banyak orang menertawakannya. Banyak yang bilang “ Keledai bisa berjalan sendiri kok dipanggul. Kan jadi memberatkan. Dasar orang yang aneh.”

Mendengar perkataan tersebut sang ayah kehabisan akal. Mau gimana lagi biar tidak salah membawa keledai itu.

————oOo————

Adakalanya kita tidak selalu harus mendengarkan perkataan orang lain yang selalu menyalahkan tindakan kita. Jika kita sudah mengambil keputusan yang dirasa tepat dan terbaik maka lakukanlah dan jangan hiraukan perkataan orang lain yang pada akhirnya akan melemahkan semangat kita. Meski begitu kritik dan saran orang lain perlu menjadi pertimbangan kita, tetapi tidak menjadi pengendali tindakan kita.

Selasa, 19 April 2011

Kisah Wortel, Telur, dan Kopi



Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.

Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”

Sabtu, 16 April 2011

Pengorbanan Seorang Ibu



Alkisah di suatu desa ada seorang ibu yang sudah tua hidup berdua dengan anak satu-satunya.Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang Ibu sering sekali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya . Adapun anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk, yaitu suka mencuri,berjudi,mengadu ayam, dan banyak lagi yang ,membuat si ibu sering menangis meratapi nasibnya yang malang. Namun begitu ibu tua itu selalu berdoa kepada Tuhan, "Tuhan tolong Kau sadarkan anakku yang kusayangi, supaya ia tidak berbuat dosa lebih banyak lagi. Aku sudah tua dan aku ingin menyaksikan dia bertobat,sebelum Aku mati".

Namun semakin lama si Anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. Sudah sangat sering ia keluar masuk bui karena kejahatan yang dilakukannya. Suatu hari ia kembali mencuri di sebuah rumah penduduk desa. Namun malang nasibnya akhirnya ia tertangkap oleh penduduk yang kebetulan lewat. Kemudian dia dibawa ke hadapan Raja untuk diadili sesuai dengan kebiasaan di Kerajaan tersebut. Setelah ditimbang berdasarkan sudah seringnya ia mencuri, maka tanpa ampun lagi si Anak tersebut dijatuhi hukuman Pancung. Pengumuman hukuman itu disebarkan ke seluruh desa. Hukuman pancung akan dilakukan keesokan harinya didepan rakyat desa dan kerajaan tepat pada saat lonceng Gereja berdentang menandakan pukul enam pagi. Berita hukuman itu sampai juga ke telinga si Ibu. Dia menangis, meratapi Anak yang sangat dikasihinya. Sembari berlutut dia berdoa kepada Tuhan. "Tuhan, Ampunilah Anak Hamba.Biarlah HambaMu yang sudah tua renta ini yang menanggung dosa dan kesalahannya. Dengan tertatih-tatih dia mendatangi Raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan, tapi keputusan sudah bulat, si Anak tetap harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur si Ibu kembali ke rumah . Tidak berhenti dia berdoa supaya anaknya diampuni.Karena kelelahan dia tertidur dan bermimpi bertemu dengan Tuhan.

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan ,rakyat berbondong-bondong untuk menyaksikan hukuman pancung tersebut. Sang Algojo sudah siap dengan Pancungnya, dan si Anak tadi sudah pasrah menantikan saat ajal menjemputnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, tanpa terasa dia menangis menyesali perbuatannya. Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan, lonceng Gereja belum juga berdentang. Suasana mulai berisik. Sudah lima menit lewat dari waktunya. Akhirnya didatangi petugas yang membunyikan lonceng di Gereja. Dia Juga mengaku heran, karena sudah sedari tadi dia menarik lonceng tapi, suara dentangnya tidak ada.

Ketika mereka sedang terheran-heran, tiba-tiba dari tali yang di pegangnya mengalir darah. , darah tersebut datangnya dari atas,berasal dari tempat di mana Lonceng diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah itu. Tahukah Anda apa yang terjadi? Ternyata di dalam lonceng besar itu ditemui tubuh si Ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk Bandul di dalam lonceng yang mengakibatkan lonceng tidak berbunyi, sebagai gantinya kepalanya yang terbentur ke dinding lonceng

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata . Sementara si Anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan.Dia menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke Atas dan mengikat dirinya di lonceng tersebut serta memeluk besi di dalam lonceng,untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

Demikianlah, sangat jelas kasih seorang ibu untuk anaknya, betapapun jahatnya si Anak.

kasih ibu bagaikan kasih Yesus Keristus kepada kita umat manusia,Ia merelahkan nyawaNya dengan mati diatas kayu salib demi menebus dosa2 kita manusia yang penuh kesalahan.
karena itu Marilah kita mengasihi orang tua kita masing-masing , selagi kita masih mampu karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di Dunia ini.
Amin.